|

Loading...

Selamat Datang di MediaPendamping.Com ➤ Tajam - Terpercaya - Berimbang ➤ Semua Wartawan MediaPendamping.Com Dilengkapi Dengan ID Card Wartawan dan Nama Wartawan Tersebut Ada di Box Redaksi.

Calo PNS Kemenkumham Dituntut 7 Bulan Penjara

 

Calo PNS Kemenkumham Dituntut 7 Bulan Penjara
Ket Foto : Majelis Hakim Imanuel Tarigan SH
MEDIAPENDAMPING.COM | Medan - Banderol uang masuk PNS Kemenkumham Rp 200 juta, Dra. Srinawaty Sembiring dutuntut 7 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (5/10/2021).


Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rita Suryani Sinulingga menilai, Wanita yang tergabung dalam arisan ibu-ibu Darma Wanita PTPN IV ini, terbukti bersalah melakukan penipuan terhadap rekannya Elisa Rustini Sirait.


"Meminta supaya majelis hakim menjatuhkan terdakwa Dra. Srinawaty Sembiring dengan pidana penjara selama 7 bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Jaksa.


Dikatakan Jaksa, adapun yang memberatkan, perbuatan terdakwa mengakibatkan saksi korban mengalami kerugian materi, sedangkan yang meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan.


Baca Juga :

>>  Berkas Mantan Bupati Labura H Buyung ke Pengadilan Negeri Medan

>>  Saatnya Hukum Ditegakkan, M.Amin Siregar, SH: Korban dan Perizinan Galian C Agar Diselesaikan


"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana Pasal 378 KUH Pidana," kata Jaksa.


Usai mendengar tuntutan Jaksa,  Majelis Hakim yang diketuai Imanuel Tarigan. SH menunda sidang pekan depan dengan agenda pledoi.


Sementara itu, dalam sidang sebelumnya dihadirkan saksi korban Elisa Rustini Sirait ke persidnagan. Ia mengaku sudah transfer uang Rp 200 juta namun anaknya tak kunjung lolos menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).


Ia mengaku merasa tertipu dengan perbuatan Srinawaty yang disebutnya bisa meloloskan anaknya menjadi PNS di Kemenkumham dengan imbalan uang.


"Anakku Thommy kan dafrar PNS di  Kemenkumham, dan dia (terdakwa) menawarkan dengan imbalan Rp 200 juta, udah kukasi uangnya tapi anakku gak masuk (PNS)," kata Elisa menjawab pertanyaan Hakim Ketua Imanuel Tarigan.


Mendengar hal tersebut, sontak saja Hakim menyentil saksi sejak kapan masuk PNS harus bayar Rp 200 juta.


"Menurutmu perlu bayar ratusan juta masuk PNS?," tanya hakim.


Lantas dengan santai Elisa menjawab ia merasa perlu memberi uang Rp 200 juta agar anaknya bisa lolos menjadi PNS karena ia menganggap hal tersebut wajar.


"Perlu, gak ada yang gratis di dunia ini pak," cetusnya.


Mendengar hal tersebut, sontak saja hakim menasehati saksi bahwa seluruh informasi resmi menyatakan bahwa mendaftar PNS itu gratis dan tidak dipungut biaya apapun.


"Darimana kau pahami itu? Ada TV dan Koran di rumahmu kan? Beginilah yang sering terjadi, ujung-ujungnya kan anda yang dirugikan," kata Hakim.


Dalam kesaksiannya, Elisa mengaku sudah mentransfer uang ratusan juta, namun anaknya tetap gagal masuk PNS selama dua kali.


"2017 ternyata gak masuk, dicoba lagi 2018 gagal lagi, lalu coba lagi tahun 2019. Lalu kesepakatan uang kembali kalau anakku gak masuk, tapi gak dikembalikannya," kata Elisa.


Ia mengaku percaya kepada terdakwa karena anaknya dijanjikan akan diurus lolos PNS oleh seorang anggota dewan.


"Katanya (terdakwa) sabar, nanti diurus sama marga sinaga anggota dewan. Tapi yang jelasnya siapa orangnya enggak tau pak," ucapnya.


Belakangan ia mengetahui bahwa uang sebesar Rp 200 juta yang ditansferkannya tersebut rupanya mengalir kepada Kartika.


"Baru terungkap semua selama 2 tahun saya baru tau, katanya sama Kartika Rp 125 juta dan Rp 75 juta lagi sama Sri," bebernya.


Usai mendengar keterangan saksi, Majelis Hakim pun meminta agar JPU menghadirkan Kartika yang disebut-sebut menerima uang paling banyak.


Dalam dakwaan Jaksa membeberkan perkara ini bermula dari pertemuan arisan ibu-ibu Darma Wanita PTPN IV di Jalan Kartini Kota Medan.


Saat itu terdakwa Srinawaty, bertemu dengan saksi korban Elisa Rustini Sirait, yang sama-sama merupakan ibu Darma Wanita PTPN IV. 


Dalam pertemuan tersebut, terdakwa bertanya kepada saksi korban Elisa terkait anaknya yang akan mendaftar CPNS. Lalu Elisa pun bertanya adakah yang bisa mengurus agar anaknya bisa lolos CPNS, lantas dijawab terdakwa bisa.


"Sehingga atas pembicaraan itu, saksi korban yakin dan setuju untuk diurus oleh terdakwa lalu saksi korban menanyakan 'berapa biaya untuk masukkan anakku jadi PNS eda?' yang dijawab terdakwa '200 juta eda' lalu saksi korban menyetujuinya," kata Jaksa.


Setelah pembicaraan tersebut, kata Jaksa terdakwa teringat kepada saksi Rasken Perangin-Angin, yang juga ibu Darma Wanita PTPN IV sebab anaknya Rasken, diterima di IPDN sehingga terdakwa menanyakan kepada saksi Rasken, adakah  yang ngurus dan dijawab saksi Rasken ada. 


Selanjutnya, saksi pun menghubungi orang yang mengurus anaknya yaitu saksi Kartika Irene Sinaga.


Selanjutnya, terdakwa pun berkomunikasi dengan Kartika Irene Sinaga, dan dari komunikasi tersebut, Kartika meminta uang sebesar Rp 125 juta untuk pengurusan tersebut.


Selanjutnya, anak saksi korban Elisa, yaitu Thommy Yosef Palthea Hutagalung pada tanggal 21 Agustus 2017  melamar/mendaftar Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.


"Selanjutnya pada 11 September 2017,  Elisa melalui anaknya mengirimkan uang sebesar Rp 100 juta, ke rekening  Srinawati," kata Jaksa.


Selanjutnya, pada 13 September 2017, terdakwa kemudian membawa uang tunai sebesar Rp 75 juta dan mengajak  Rasken mengirim uang melalui rekening saksi Jeprin Sinaga ke rekening Kartika.


Lalu saat itu, terdakwa meminta Rasken untuk menandatangani kuitansi penerimaan uang  sebagai pembayaran masuk kerja PNS Tomy, dengan catatan jika tidak masuk PNS uang akan dikembalikan.


Baca Juga : DPD PKB Pujakesuma Asahan Pimpinan Rianto SH MAP Lakukan Donor Darah


Selanjutnya, pada 6 Oktober 2017, Elisa  melalui anaknya saksi Thommy mengirimkan kembali uang sebesar Rp 100 juta,  ke rekening milik terdakwa, sehingga jumlah uang yang diterima terdakwa sebesar  Rp 200 juta.


Kemudian setelah uang tersebut masuk ke rekening terdakwa, pada 6 Oktober 2017, terdakwa dengan membawa uang Rp 50 juta, mengajak Rasken ke Bank mentransfer uang sebesar Rp 50 juta ke  Kartika Sinaga, sehingga jumlah uang yang diterima Kartika sebesar Rp 125 juta. 


"Saat itu, terdakwa meminta Rasken Perangin-angin untuk menandatangani surat penerimaan uang," ucap Jaksa.


Namun pada tahun 2017, Thommy Yosef rupanya tidak lolos menjadi PNS di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sehingga Elisa menanyakan hal tersebut kepada terdakwa. 


Saat itu, terdakwa kembali meminta Elisa untuk mencoba lagi di tahun 2018 sehingga Elisa menyetujuinya dan tahun 2018, Thommy mencoba lagi masuk PNS di Kementrian Perindustrian dan  tidak juga diterima.


"Sehingga Elisa meminta kembali uang yang sudah diterima terdakwa namun terdakwa tidak mengembalikannya. Saksi korban Elisa mengalami kerugian sebesar Rp 200 juta," pungkas Jaksa. (Cut Nurmala)

 
Komentar

Berita Terkini