Ket Foto : Suasana Sidang Diruang Cakra 2 Secara Online, Rabu (15/09/21), Pukul 15.30 Wib. |
Agenda kali mendengarkan nota Eksepsi dari dr. Kristinus Saragih selaku ASN di Dinkes Sumut. Sedangkan untuk terdakwa dr Indra selaku ASN dr Rutan Tanjung Gusta dan Selviwaty selaku pengepul, kedua tidak mengajukan eksepsi atau keberatan dilanjutkan dengan kesaksian dua orang polisi yang melakukan penangkapan.
Dalam kesaksiannya, Eliakim dan Suherman menuturkan mendapatkan informasi tentang vaksinasi Covid19 merek Sinovac yang berbayar, kemudian melakukan penelusuran kegiatan tersebut.
Baca Juga : Absen Sebulan, Terdakwa Judi Online Dituntut 6 Bulan Kurungan
"Tepatnya pada 18 Mei 2021 di Jalan Perintis Kemerdekaan tepat di Kompleks Jati Junctions, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, ada pelaksanaan vaksinasi berbayar dan tidak ada izin. Saat itu kita amankan 10 orang termasuk Selviwaty selaku pengepul atau mengumpulkan orang yang mau vaksinasi Covid19 berbayar," ucapnya.
"Saat proses pemeriksaan Selviwaty alias Selvi mengaku bahwa vaksinasi Covid19 diperoleh dari dr Kristinus Saragih dan dr Indra," tutur Eliakim dan Suherman dalam persidangan.
Masih dalam persidangan tersebut, menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Saut Maruli Tua Pasaribu maupun Penuntut Umum Kejatisu, Hendrik Sipahutar, Eliakim menuturkan saat penangkapan terhadap Selvi tidak ditemukan uang akan tetapi menemukan bukti transfer dari orang vaksinasi kepada Selvi dan bukti transfer dari Selvi kepada dr Indra.
"Jadi tidak ada uang yang ditemukan hanya bukti transfer saja," ucapnya.
Dilanjutkannya berdasarkan pengakuan Selvi maka pihak penyidik langsung menghubungi dr Indra agar datang ke Poldasu, guna mengklarifikasi namun saat itu terdakwa belum hadir sehingga dilakukan penjemputan.
Kemudian setelah dr Indra kita periksa lalu ditindaklanjuti dengan mengamankan barang bukti yang ditemukan dalam kulkas rumah.
Saat pengamanan barang bukti, penuntut umum sempat mempertanyakan kenapa pada saat itu yang mengambil barang bukti bukanlah terdakwa, dimana saat barang bukti diambil hanya disaksikan istri terdakwa.
Kemudian Eliakim menuturkan bahwa itu atas permintaan dr Indra agar petugas yang mengambil dan menelpon istrinya agar menunjukan tempat vaksin tersebut disimpan.
Setelah mendengarkan keterangan dua orang personil dari kepolisian, Ketua Majelis Hakim lalu mengkonfrontirnya dengan kedua terdakwa.
Mendapat kesempatan itu, dr Indra membenarkan bahwa ia ditelephon oleh Eliakim untuk datang ke Poldasu sekaitan adanya penyuntikan vaksin palsu namun sesampainya di Fly Over pihak kepolisian langsung menangkap dan membawanya ke Poldasu.
"Benar pada saat itu, ia mendapat telephon dari Eliakim yang memang sudah dikenalnya untuk datang ke Poldasu agar membedakan vaksin asli dan palsu. Kesediaan itu karena dia paham mana yang asli dan mana yang palsu," ucapnya serasa mengaku telah dijebak karena sesampai di Fly Over dirinya langsung ditangkap.
Mengenai pengambilan vaksinasi dirumahnya, diakuinya dr Indra bahwa memang dirinya lah yang menyuruh petugas dan meminta untuk tidak ribut-tibut karena rumah berada di dalam gang atau lorong. Nanti biarlah istrinya yang menunjukan Kulkas tempat penyimpanan vaksin tersebut.
Menanggapi jawaban dr Indra, Eliakim mengatakan penangkapan dilakukan karena setelah dua jam ditelphon terdakwa belum hadir ke Poldasu untuk dilakukan pemeriksaan.
Sementara itu, Selvi yang diminta tanggapan sekaitan kesaksian kedua personil polisi hanya mengatakan tidak mengetahui vaksinasi merupakan jatah untuk Lapas Klas I Tanjunggusta, Medan.
"Tahunya pada saat proses pemeriksaan di Poldasu," ujarnya lagi.
Usai mendengarkan kesaksian keduanya maka persidangan ditunda hingga pekan depan.
Terpisah saat dikonfirmasi tentang pemilik tempat atau orang yang membantu Selvi maupun dr Indra serta dr kristinus saat pelaksanaan Vaksinasi Covid19 di Jati Juntion, Penuntut umum menuturkan hanya sebagai saksi termasuk untuk Elidanawati dan Chufransyah yang melakukan penyuntikan karena hanya disuruh oleh dr Indra.
Sebelumnya JPU Robertson Pakpahan mengatakan perkara ini bermula saat terdakwa Selviwaty menghubungi Kristinus Sagala meminta agar rekan-rekannya divaksin.
"Awalnya terdakwa Kristinus menolak, kemudian karena disepakati ada pemberian uang sebesar Rp250 ribu per sekali vaksin untuk tiap orangnya, maka dokter Kristinus bersedia melakukan suntik vaksinasi jenis Sinovac," ucap Ketua Tim JPU yang juga Kasi Tut Pidsus Kejati Sumut Robertson Pakpahan.
Kemudian lantaran stok vaksin yang dimiliki terdakwa Kristinus di Dinas Kesehatan tidak cukup, maka Kristinus menyarankan Selviwaty menghubungi terdakwa dr Indra Wirawan yang bertugas sebagai dokter di Rutan Tanjung Gusta. Dan dari sana disepakati tetap 250 ribu sekali vaksin. Dari 250 ribu rupiah itu 220 ribu untuk dokter Indra, sisanya untuk terdakwa Selviwaty.
"Vaksin itu diperoleh para terdakwa dari sisa Rutan dan ada juga didapatkan dari Dinas (Kesehatan) provinsi," imbuh Robertson.
Dari hasil penjualan vaksin itu, ketiga terdakwa kata Robertson memperoleh keuntungan yang bervariasi. Untuk dokter Kristinus Sagala memperoleh Rp142.750.000 dari 570 orang. Sedangkan yang diterima Selviwaty sebesar Rp11 juta.
"Untuk dokter Indra memperoleh Rp134.130.000 rupiah dari 1.050 orang. Yang diterima Selviwaty sebesar Rp 25 juta," terang Robertson. (Cut Nurmala)