|

Loading...

Selamat Datang di MediaPendamping.Com ➤ Tajam - Terpercaya - Berimbang ➤ Semua Wartawan MediaPendamping.Com Dilengkapi Dengan ID Card Wartawan dan Nama Wartawan Tersebut Ada di Box Redaksi.

PB PASU Dukung Arahan Kabareskrim Polri, Stop Kasus Tersangka Korban Begal di Polda NTB

 

PB PASU Sumut
Ket Foto : Ketum (Ketua Umum) Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB PASU) Eka Putra Zakran, SH MH
MEDIAPENDAMPING.COM | Medan - Ketum (Ketua Umum) Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB PASU) Eka Putra Zakran, SH MH (Epza) mendukung penuh intruksi atau arahan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Agus Adrianto yang meminta agar kasus korban begal berujung menjadi tersangka di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk dihentikan.


Menurut Epza, arahan Kabareskrim tersebut sangat tepat dan perlu diapresiasi, masa korban begal dijadikan tersangka, ya gak benar lah itu. Harusnya korban di apresiasi, karena telah turut serta membantu Polisi dalam melawan dan menangkal pelaku kejahatan. Hal itu dikatakan Epza kepada awak media npada Jum'at (15/4) di Medan.


Dikatakan Epza, bahwa langkah korban yang melakukan perlawanan terhadap pelaku sudah tepat, karena dalam ramgka membela dan mempertahankan diri dari serangan pelaku kejahatan. Orang yang mempertahankan keselamatan dirinya itu dalam pidana disebut sebagai Noodweer.


Baca Juga :

>>  Bobby Nasution Kunjungi Menteri PUPR, Pembangunan Besar Di Kota Medan Akan Dibantu

>>  Pasca Diamankan Joko Terpidana Penipuan oleh Tim Tabur Kejagung, Kejatisu Masih Lakukan Kordinasi


"Noodweer atau bela paksa diatur pada Pasal 49 KUHP, yaitu suatu tindakan kriminal yang dilakukan seseorang dalam upaya membela diri dari ancaman seseorang yang menyangkut harta benda maupun keselamatan diri sendiri maupun orang lain pada waktu yang bersamaan dan dalam keadaan yang sangat terpaksa."


Jadi ada tiga unsur Noodweer ini, yaitu: pertama, harus dilakukan karena terpaksa, kedua adanya keseimbangan antara serangan dengan pembelaan, dan ketiga pembelaan tersebut terjadi pada saat itu juga atau saat serangan itu masih berlangsung.


Nah, jika dianalisis secara seksama, ketiga unsur tersebut terpenuhi, jadi wajar bila korban harus mempertahankan atau membela paksa terhadap dirinya atas ancaman bahaya dari pelaku kejahatan begal tersebut.


Harapan kita kasus begal di NTB ini dan terhadap kasus serupa lainnya, Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini kepolisian agar lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Khususnya kasus korban begal ini harus hati-hati.


Jika polisi tidak hati-hati dalam menetapkan status korban menjadi tersangka, kita khawatir bila terjadi hal serupa masyarakat malah menjadi takut untuk melakukan perlawanan terhadap para pelaku kejahatn begal. 


Jadi menurut kita sudah tepat dan benar arahan Kabareskrim agar Polda NTB menghentikan kasus korban begal jadi tersangka ini. Alasan yang disampaikan Kabareskrim bahwa ada legitimasi masyarat disitu sangat benar itu.


Siapapun saya pikir jika karena alasan Nodweer atau bela paksa terhadap dirinya, akan melakuakn perlawanan untuk mempertahan keselamatan dirinya. Gak usah jauh-juah, kita saja pun kalau terjadi hal serupa pada diri kita tak mungkin kita diam, pasti kita akan melawan juga kan. Itu barangkali yang dimaksud legitimasi masyarakat. Artinya dibalik ketentuan pokok KUHP, ada legitimasi masyarakat terhadap suatu pembelaan demi keselamatan diri dari pelaku kejahatan.


Lebih jauh Epza menyebutkan terhadap kasus korban begal di Lombok Tengah yang ditetapkan sebagai tersangka karena telah menewaskan begal, penerapan Pasalnya oleh olpolisi tidak tepat.


Penerapan Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tidak tepat diterapkan kepada korban. Kalau Pasal 49 KUHP ok lah, itu yang saya sebut noodweer di atas tadi. Kalau noodweer wajar, namanya orang membela diri atas ancaman pelaku tindak kejahatan. Sebab itu, stop kasus korban begal jadi tersangka ini.


Sebagai alternatif penyelesaian kasus ini, Polda NTB diharapkan agar melakukan gelar perkara dengan melibatkan banyak pihak, neliputi tokoh atau pemuka masyarakat, ulama dan termasuk memanggil pihak kejaksaan, sehingga ada formulasi yang tepat untuk menghentikan kasus korban begal jadi tersangka yang terjadi di wilayah hukum Polda NTB ini, tutup Epza. (Budi Setiawan)

 
Komentar

Berita Terkini